Selasa, 04 Februari 2014

[SONGFIC] "Goodbye Summer" | Vie Artaviia






Author : Vie Artaviia

Title      : Goodbye Summer       

Cast       : Do Kyung Soo (D.O EXO), Park Luna (Luna f(x))

Genre    : Romance         

Length  : ONE-SHOOT, Song Fic

Note : FF random. Dari lagu Goodbye Summer f(x) feat D.O EXO. #latepost

.

.

.

Alunan nada dari alat musik gitar terngiang di telinga orang orang yang berlalu lalang di taman itu.
 

“Gieokhae bokdoesseo, todeulda, gachi heunnado urideul .. beolseo myeonsodowae geurido julgo woneunji arasseo“


2 sampai 3 orang memutuskan untuk terdiam dan mendengarkan seorang lelaki yang sedari tadi mengalunkan nada tersebut.
Lelaki yang tak begitu tinggi dan mempunyai mata yang bulat itu lebih memilih bermain gitar di taman demi mengubur rasa sesal dan sedihnya yang baru saja tergali. Tergali oleh kenangan yang melintas difikirannya beberapa menit yang lalu.

“wah, suaranya bagus ya ?”

“iya, sepertinya ia berbakat menyanyi“  bisik bisik dari orang orang yang menonton bisa terdengar di telinga
Dio, nama lelaki tersebut.

Sesungguhnya, orang orang tersebut bukanlah yang pertama mengatakan bahwa dirinya mempunyai bakat menyanyi. Ada satu orang , yang pernah mengatakan hal yang sama dengan orang orang tersebut.

Dio terus menyanyi diiringi nada dari gitarnya. Ia memejamkan matanya sambil mengingat ingat wajah seseorang dalam bayangannya.

“Luna … “

.

.

.

 “Suaramu bagus, sepertinya kau punya bakat bernyanyi“ ujar Luna.

Dio menghentikan permainan gitar dan kegiatan menyanyinya. Ia membuka matanya yang sedari tadi terpejam dan menatap teman sekelas yang ada dihadapannya itu.

“aku tau suaraku jelek” kata Dio cuek, dingin

Gadis dengan rambut hitam itu menautkan alisnya “kau bodoh atau apa ? aku baru saja memujimu”

“kapan kau pernah jujur padaku? bukankah kau selalu berbohong? Kerjaanmu ‘kan setiap hari hanya membuatku marah“

Luna menghela nafas panjang “apa salahnya mempercayaiku sekali ini saja. Kali ini aku benar benar jujur. Suaramu bagus dan aku menyukainya. Teman-teman yang lain pasti juga akan berpendapat sama”

“terserah kau saja“ kata Dio lagi, masih dengan nada yang datar dan dingin.

Dio pun bangkit dan meninggalkan Luna sambil membawa gitar putih kesayangannya. Ia benar-benar sedang tak tertarik, ah … maksudnya, tak pernah tertarik untuk mengobrol banyak dengan gadis hiperaktif seperti Luna.

Luna membelalakan matanya ketika tau Dio beranjak dari posisinya. Suatu kebiasaan yang sering terjadi, dan Luna tak pernah bisa menerimanya.

“Ya ! Dio … aku masih mau bicara denganmuuu !”

.

.

.



“tetap seperti ini, sampai jam pelajaranku selesai !” perintah Seonsaengnim pada dua orang murid yang sedang dihukumnya. Siapa lagi … pasti mereka si Dio dan Luna.

“Ini semua karena kau“ bisik Dio geram.

“kau selau menyalahkanku“ balas Luna.

“kalau saja kau tak mengangguku, aku pasti akan masuk kelas tepat waktu”

“menyalahiku lagi. Kau ini pria, kenapa tak tabrak saja aku ketika menghalangimu tadi. Kau pasti juga tak akan  terlambat masuk kelas seperti sekarang”

Mereka sekarang duduk dengan bertumpu pada kaki mereka sambil mengangkat kedua tangan di luar kelas. Suasana tampak sunyi senyap karena memang sedang ditengah jam pelajaran. Samar-samar suara lantang sonsaengnim yang sedang menerangkan pelajaran terdengar dari luar kelas.

Dio menoleh tajam pada Luna ketika tangannya disenggol Luna dengan keras.

Luna hanya menunjukan cengirannya “apa kau tak lelah? Dari tadi tanganmu benar-benar lurus tegap keatas. Aku saja lelah” ujar Luna sambil menghela nafas dan menurunkan tangannya.

Dio lagi-lagi tak menanggapi dan kembali menatap lurus kedepan.

“Ya !” Tiba tiba Luna kembali mendorong tangan Dio hingga tersenggol “turunkan saja tangannya seperti aku. Aku tau kau juga lelah kaann?”

Dio terlihat sangat geram hingga ia tak sengaja berseru “Yaa !”

“Tn Do ! Nona Park ! jika sekali lagi aku mendengar gerutuan kalian, aku akan menambah hukumannya !” seru Sonsaengnim dari dalam kelas, kemudian disusul gelakan tawa dari teman-teman mereka yang tengah mengikuti pelajaran.

Seketika Dio terdiam, dan Luna ikut terkikik pelan.

.

.

.

chinguraneun ireun, eoneusae miwojin ireun gamjudeon gamjeon jigeum do apeum bimirae gieogil ppun .. “

1 sampai 2 orang masih berdatangan untuk menyaksikan Dio di taman. Dio tak peduli dengan orang orang di sekitarnya. Ia menyanyi untuk hati dan dirinya sendiri, bukan untuk orang orang itu. Makanya ia tetap bernyanyi sambil memejamkan matanya tanpa menghiraukan orang sekitarnya.

uri sain … jeongnihal sueobneun sajin , bumyeon gaseum arin story I’m sorry, yoreuma ijen goodbye ..”

.

.

.

 (Dio POV)

Aku teringat Luna. Teman masa SMA ku. Lagu yang kunyanyikan ini yang telah mengingatkanku dengannya. Lagu ini kuciptakan berdasarkan dirinya. Karna Luna lah, lagu ini ada dan dapat didengarkan seperti sekarang.

.
.

Sore itu, angin tak henti-hentinya berhembus menerpaku. Aku terus memejamkan mataku untuk mencoba mencari inspirasi. Kicauan burung menjadi temanku di detik-detik awal ketika aku ingin mencoba untuk menciptakan sebuah lagu. Tapi seketika, konsentrasiku buyar ketika Luna datang menghampiriku.

“Dio-yang punya suara indah-sedang apa ?” tanya Luna begitu ceria.

Aku membuka mataku dan menatap Luna datar. “tak bisa lihat?”

Luna mengerucutkan bibirnya, kemudian tersenyum “kau sedang memegang gitar, tapi tak memainkannya. Sebenarnya kau sedang apa?”

Aku mencoba untuk tak menghiraukannya. Aku ingin ia jengkel dan pergi meninggalkanku sendiri ditempatku.

“nana .. na .. na .. na.. “ Aku mulai bersenandung, sedikit, aku bisa menemukan bait-bait nada yang akan membentuk laguku nanti.

Dan Luna mulai memperhatikanku dengan serius, aku tau itu.

Aku masih bersenandung sambil sesekali berfikir dan menulis sesuatu pada kertas di hadapanku.
Luna memajukan tubuhnya untuk melihat apa yang sedang ku tulis. Tapi sayang, aksinya gagal karna aku membalik kertas milikku.

“pergilah. Apa kau betah duduk disini tapi orang yang berada disampingmu sama sekali tak mengajakmu berbicara?”

“kau baru saja mengajakku berbicara” jawabnya dengan girang.
 Aku hanya memutar bola mataku dan kembali pada kertasku.

“aa~, sekarang aku mengerti. Kau sedang mencoba menciptakan lagu ?” tanyanya dengan sumringah.

Ia tau juga apa yang sedang ku kerjakan. Tapi tetap saja, aku merasa terganggu olehnya. Akhirnya aku pun mencoba mengusirnya.

“pergilah. Aku tak bisa konsentrasi. Kau begitu cerewet” ceplosku. Tapi dia malah terkekeh. Dasar gadis aneh.

Luna tak beranjak sedikitpun dari “kenapa harus mengusirku, justru jika aku pergi, kau tak akan pernah dapat inspirasi”

“kenapa begitu ?” aku menaikkan sebelah alisku.

“karna akulah inspirasimu” Luna sambil menarik ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman.

Aku terdiam, masih bingung dengan apa yang dimaksudnya.

“aku inspirasimu Dio, coba saja kau menulis semua tentangku menjadi sebuah lirik lagu”

Aku mulai tertawa, lebih tepatnya tertawa merendahkan. “tak mungkin, bisa-bisa nanti laguku hancur dan tak ada yang mau mendengar”

“Kau jahat … ” gadis itu mulai merengek.

Aku malah tertawa. Sepertinya ia mulai bosan karena sedari tadi tak ada satupun dari ucapannya yang ku tanggapi serius. Aku makin terkekeh geli. Entah kenapa rasanya … senang sekali melihatnya cemberut.

Mungkin karena ia jarang marah jika diolok. Dan sekalinya marah, itu akan terlihat aneh.

Aku makin melepas tawaku ketika ia pergi dari tempatnya. Baru kali ini aku tertawa bahagia. Biasanya yang orang lain lihat, aku hanyalah pria dingin dan cuek.

Melihat Luna yang perlahan hilang dari pandanganku. Aku tersadar akan ucapannya tadi. Menulis tentang dirinya, atau bahkan kami mungkin akan menjadi inspirasi yang bagus untuk laguku.

Aku sadar, ada banyak hal yang telah aku lewati dengannya yang bisa ditumpahkan dalam nada tanpa lirik ini. Apalagi semenjak kami berdua dihukum beberapa hari yang lalu. Setelah kejadian itu, tak kusangka kami jadi dekat, tak seperti sebelumnya. Seperti si kembar astro, sejak saat itu, kami selalu pergi bersama-sama.

Aku mulai menyukai sosoknya.

.

.

.

Beberapa bulan kemudian … di Musim Panas …

Hari itu, sekolahku mengadakan acara perpisahan.

Ya, tepat pada hari itu aku, dan teman teman sekelasku resmi mengakhiri masa Sekolah Menengah. Aku duduk di kursi wisuda sambil memangku gitar putih kesayanganku. Aku begitu gugup, karena pada hari ini juga, mungkin aku akan berpisah dengan teman temanku,

… terutama Luna.

Gadis cerewet itu sekarang duduk di sampingku. Menunduk dengan bahunya yang sedikit bergetar. Ia menangis dari tadi. Oh, tidak, bahkan dari kemarin ketika aku datang kerumahnya.

Entah dari dorongan apa, kini tanganku menggenggam satu tangannya. Ia sedikit terkejut dan mengangkat kepalanya menghadapku.

“jangan menangis dulu, acara ini belum ada apa-apanya”

Ia hanya tersenyum paksa menanggapiku “maaf, aku benar tak kuat menahannya, maaf y .. ya ..?” lirihnya.

Aku hanya tersenyum dan merangkul pundaknya “Sudahlah …  kau kan harus bernyanyi denganku nanti, jagan sampai suaramu jelek nanti” kataku sambil sedikit tertawa untuk mencairkan suasana. Luna pun tertawa dengan perkataanku.

Aku sepakat dengan Luna untuk duet menyanyikan lagu ciptaanku. Lagu yang kuciptakan, ketika Luna mengaku dengan percaya dirinya bahwa ialah inspirasiku. Lagu itu akhirnya jadi. Dan kemarin aku datang kerumahnya untuk merekomendasikan lagu ciptaanku dengannya.

Aku berniat mengajaknya duet, karna laguku ini lebih cocok dinyanyikan 2 orang, karena bait lagu ini juga menceritakan petemananku dengan Luna selama ini. Dan yang baru-baru ini ku tau, ternyata Luna juga mempunyai suara yang bagus.

Aku sengaja memberi judul laguku ini dengan judul ‘Goodbye Summer’. Sengaja, karna sekarang adalah Musim Panas dan aku akan berpisah dengan teman teman yang kusayangi.

“Aku , takkan menangis lagi nanti” balas Luna sambil mengusap air matanya.

.
.

Ketika acara ini akan berakhir. Panitia menyuruhku untuk tampil sebagai penutup. Maka saat itu, aku menoleh ke Luna yang ada disampingku dan menggandeng tangannya.

“sudah baikkan kan ?” bukaku.

Luna menghapus air matanya yang masih tersisa di pelupuknya. Lalu ia tersenyum kepadaku “ya. ayo kita maju” katanya sambil tersenyum.

Kini, gantian Luna yang menarik pergelanganku. Aku tersenyum padanya dan kami pun menuju panggung. Semua murid memberi kami tepukan tangan, bahkan juga ada yang bersiul menggoda kami.

Sampai di panggung, aku dan Luna duduk di kursi yang telah disediakan, dan aku memangku gitar putihku, untuk kumainkan.

“selamat siang teman teman yang kusayangi !” buka Luna

>> SKIP <<

Dan di acara penutup ini, aku dan Dio, akan mempersembahkan sebuah lagu. Lagu ini adalah ciptaan Dio, temanku, yang berjudul ‘Goodbye Summer’

Riuh tepuk tangan bergemuruh di aula seketika. Dan disaat itu pula, aku mulai memetik gitar putihku.

(Dio end)

.

.

.

“Yoreuma ijen goodbye , lala ..la .. la.. la ..”

Kedua mata Dio terbuka seiring dengan berhentinya alunan nada gitar yang dimainkannya.

 ‘Prok prok prok !’  

Orang-orang disekitar Dio memberinya tepukan tangan yang sangat meriah. Dio sedikit gugup. Ia baru menyadari begitu banyaknya orang orang yang ada disekelilingnya kini. Ia tak begitu sadar karna sedari tadi hanya fokus pada nyanyiannya.

“hhhuuu ! lagu yang indah nak !” seru salah satu dari mereka.

Dio hanya dapat tersenyum paksa sambil mengusap tengkuknya. Lalu ia sedikit membungkukan tubuhnya pada orang orang tersebut.

“suaramu bagus, lagumu juga indah“ kata salah satu wanita yang menghampiri Dio. Sementara sekumpulan orang-orang yang menyaksikan Dio tadi, perlahan bubar dari tempat itu.

“ehmm, terima kasih noona“ jawab Dio.

“menurutku, lagu itu pantas untuk dinyanyikan berdua. Apa kau memang hanya menyanyikannya sendiri?”
Dio terdiam sebentar “ehm, tidak, sebenarnya lagu ini memang kunyanyikan berdua dengan teman SMA ku dulu. Tapi sekarang dia sudah pergi“

“oohh, begitu .. “ si wanita mengangguk angguk “yasudah kalau begitu, semoga sukses untukmu“

Dio hanya mengangguk dan si wanita tadi pergi meninggalkannya.

Dio membuang nafasnya berat. Wanita tadi telah membuatnya mengingat kembali akan kepergian Luna.

.

.

.

(Dio POV)

Acara perpisahan sudah berakhir. Murid murid kini sudah berpencar menemui teman temannya yang lain untuk perpisahan. Begitupun dengan yang dilakukan Dio dan Luna. Mereka kini berdiri berhadapan satu sama lain, dengan Dio yang sedang menggemblok tas gitarnya dan Luna yang matanya sudah berkaca kaca.

“Maafkan aku ya, jika aku selalu membuatmu kesal. Kau bisa tenang setelah ini, tidak akan ada lagi yang membuatmu marah-marah“ ucap Luna. Ia terseyum palsu dengan matanya yang bengkak dan hidungnya yang memerah. Aku tau ia benar-benar merasa sedih saat ini.

Aku juga tak tau apa yang membuatnya sedih hingga seperti ini. Tak mungkin kan, ia menangis hanya karena akan berpisah denganku? Kupikir ia juga bukan sedih karena akan dikirim kuliah ke Jepang oleh ayahnya. Lalu kira-kira karena apa?

Aku tersenyum lembut kepadanya “tidak seperti itu, harusnya aku sedih, karna akan ditinggal olehmu, tidak akan ada lagi yang menghiasi hari hariku“

Luna sedikit terkejut “me .. menghiasi harimu? aku menghiasi harimu?”

Aku mengangguk “Kau tau, kalau hidupku ini sangat sepi, tidak ada teman yang suka menggangguku. Selama ini, hanya kau yang berani mendekatiku. Jadi bagiku, kau sangat berharga. Kau yang menghiasi hariku, kau .. begitu berarti untukku“

“berarti untukmu ?”

Aku terkesiap, kemudian mengutuki ucapanku sendiri. Kenapa perkataanku seperti ada arti lain? “y .. ya, kau begitu berharga, kau sahabatku“ Aku membenarkan …

Luna terdiam. Entah mengapa wajahnya sedikit memelas mendengar jawaban itu.

Setelah itu, hening menguasai suasana diantara kami

“sampai kapan kau di Jepang ?“ Aku hancurkan keheningan disekitar kami.

“sepertinya sampai aku lulus …”

Aku hanya mengangguk.

“kau tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?”

Aku terhenyak. Dan jadi terdiam untuk berfikir. Rasanya ingin sekali aku ungkapkan perasaan yang kini ada di hatiku. Entah apa itu, tapi rasanya sangat mengganjal.

Sepertinya ada sedikit kalimat yang ingin aku lontarkan. Tapi … kupikir nyaliku hanya sebesar kuku jari saat ini.        
“ehhm, aku … berharap kau sukses disana dan akan selau mengingatku …“

Kulihat Luna menipiskan bibirnya sambil menarik nafas panjang. Ia mengangguk pelan, Mati matian ia menahan air matanya yang sudah dipelupuk.

“oh, be .. begitukah ? ehm .. terima kasih, kuharap kau juga seperti itu“ balas Luna.

Dio mengangguk angguk sambil tersenyum paksa.

“sepertinya, sudah waktunya aku pulang, aku harus langsung ke Bandara”

“aku ingin sekali mengantarmu …”

“Tak apa jika memang tak bisa. Tak perlu memaksakan diri, acara keluargamu lebih penting daripada hanya mengantarku”

‘andai saja kau tau, seberapa pentingnya kau untukku‘  Aku bergumam tanpa sadar sebelumnya.

Sekali lagi, Luna menarik nafasnya dan membentangkan kedua tangannya “ayo cepat peluk aku, 5 menit kedepan, aku sudah tidak ada lagi di hadapanmu“

Aku menelan ludah, dan sedetik kemudian aku sudah masuk kedalam bentangan tangan Luna untuk membalas pelukannya.

“kau harus jaga diri disana. Kau tak boleh melupakanku“ tukasku pelan.

“mmm ..” Luna mengangguk “begitupun kau sebaliknya, aku pasti akan rindu sekali padamu“

Mereka terdiam sesaat.

“aku menyayangimu“ ujarku “kau temanku … “

Bertepatan dengan itu, aku merasakan kembali isakan Luna. Aku tak tau apa yang ia sayangkan, tapi ia benar-benar sedih sekarang.

“selamat tinggal Dio, ini musim panas terakhir yang kita lewati“

Itulah, kalimat terakhirnya yang kudengar.

(Dio POV end)

.

.

.

Dio menatap kedepannya dengan kosong. Kini ditangannya terdapat beberapa lembar foto yang ber-objekk dirinya duduk berdampingan dengan Luna.  Foto kenangan mereka saat masih SMA.

Dio menatap foto itu lama. Kemudian ia tersenyum kecut dan menundukan kepalanya.

“foto ini, tak akan pernah bisa menjelaskan status kita“

Dio mengembalikan foto itu ke dalam kantung di dalam tas gitarnya.

.

.

.

Other place, Tokyo, Jepang …

Luna, kini tengah menghibur di acara pesta ulang tahun temannya dengan bernyanyi diringi gitar yang juga dimainkan olehnya. Ia membawakan lagu ‘Goodbye Summer’ ciptaan Dio.

“yoreuma ijen goodbye .. lalala .. lala  …. “

Kemudian tepukan tangan dari orang orang disekitar menyambut diakhir lagunya

“terima kasih Luna, lagu yang bagus. Ciptaanmu ?” tanya salah satu kerabatnya.

Luna menggeleng sambil tersenyum “bukan, ini lagu ciptaan teman lamaku “

Kejadian yang sama di tempat yang berbeda. Hal itu juga terjadi dengan Dio yang di Korea beberapa saat yang lalu.

Luna membawa gitarnya dan pergi ke luar ruangan untuk sebentar.

“lagu ini sangat sesuai dengan hatiku saat ini“ Mata Luna berkaca-kaca.

.
.

(Luna POV)

Dio, aku sungguh benci situasi ini. Aku masih saja selalu mengingat perasaan yang ku pendam ini. Dan itu jadi kenangan yang menyakitkan untukku.

Semenjak kita berpisah hingga detik ini, yang ada hanyalah cerita memilukan. Aku hanya bisa menjadi teman dimatamu, tak lebih.

Andai saja saat itu aku mengungkapkan perasaanku padamu, mungkin hal ini tak akan pernah terjadi.
Jika saja saat itu aku berani mengungkapkannya, dan kau juga memberiku kesempatan, aku pasti akan membatalkan kuliahku Di Jepang ini. Aku pasti bisa berada disampingmu sekarang.

“aku menyayangimu, kau temanku …”

Itu kata Dio disaat terakhir kali kami bersama. Saat mendengarnya hatiku pilu sekali. Aku benar-benar menyayanginya, tapi benar-benar tak bisa mengungkapkan. Maka dari itu ketika ia bilang bahwa aku ini hanya temannya, hatiku jadi sakit.

Beberapa saat aku mengatur nafasku kembali.
Aku bisa berbuat apa sekarang? Semuanya sudah terlanjur dan kami sudah berpisah lama.

Aku merenung beberapa saat. Huft … aku sangat payah karna tak bisa menyampaikan perasaanku padamu saat itu Dio.

(Luna POV end)

.

.

.

(kembali ke tempat Dio)

Dio membungkus gitarnya dan beranjak dari taman itu. Tatapan matanya kosong kedepan. Hatinya digeluti berbagai macam hal tentang perasaan terpendamnya pada Luna. Yang baru ia sadari, lagu ‘goodbye summer’
yang ia nyanyikan  tadi membawa pengaruh besar untuk suasana hatinya. Lagu itu telah menggali kembali kenangan menyakitkannya.

Seharusnya aku mengungkapkan semua itu dan memintamu untuk tetap tinggal“

Dio membayangkan wajah Luna di benaknya. Mengingat semua itu hanya dapat membuatnya sedih. Rentetan kalimat yang tak bisa ia ucapkan, membuat cerita mereka berakhir ketika semua belum dimulai.

“Maafkan aku“ gumam Dio “aku mencintaimu Luna … Jika saja saat itu aku mengungkapkannya, mungkin kini, aku bisa memelukmu dalam pelukanku“

Dio menarik nafasnya dalam sekali lagi. Ia mencoba untuk mencoba mengikhlaskannya perasaannya yang tak pernah Luna ketahui.

.

.

.

end 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar